Saturday, December 18, 2021

MODUL II Kinetika Korosi

 

Laporan Awal Modul 2 : Kinetika Korosi

Kinetika korosi pada suatu logam dapat dilakukan dengan pengujian berupa metode polarisasi elektrokimia . Pada percobaan ini pengujian dilakukan menggunakan alat berupa potensiostat NOVA AUTOLAB

2.1 Linear Polarization

2.1.1    Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini ialah untuk mengetahui fenomena atau perilaku logam/paduan di dalam lingkungan atau media tertentu secara elektrokimia yang ditunjukkan dari kurva hubungan antara tegangan dan arus polarisasi serta mengetahui cara perhitungan laju korosi melalui kurva tersebut.

2.1.2    Dasar Teori

Korosi yang terjadi pada logam dan paduan di dalam suatu larutan cair atau  medium penghantar ion lainya disebabkan karena adanya mekanisme elektrokimia. Pada anoda, terjadi perpindahan ion-ion logam dari permukaan logam menuju ke larutan atau dalam kata lain teroksidasi. Elektron yang terdapat pada daerah anodic mengalir menuju daerah katodik melalui konduktor logam dan secara bersamaan terjadi reaksi pada daerah katodik yang menghasilkan mekanisme elektrokimia. Terlepas dari pengalur aliran electron antar muka (interface), deviasi potensial setengah sel pada area interface dari nilai kesetimbangan dipengaruhi fungsi densitas arus (current density). Deviasi ini merefleksikan perilaku polarisasi dari suatu reaksi dan hal ini merupakan suatu fenomena penting yang sangat mendasar dari semua proses elektrokimia, termasu korosi.

Polarisasi(η) adalah perubahan atau perbedaan potensial elektroda antara potensial setimbang (equilibrium) terhadap  potensial operasi ketika arus mengalir. Polarisasi mengacu pada pergeseran potensial dari keadaan open circuit potensial pada system korosi. Jika Potensial bergeser ke arah negative (dibawah Ecorr ) maka di sebut polarisasi katodik (ηc). Pada polarisasi katodik, electron bergerak menuju permukaan logam dan tertinggal di dalamnya akibat reaksi berlangsung lambat sehingga ηbernilai negative. Untuk semua logam dan paduan dalam lingkungan basah, polarisasi katodik selalu mengurangi laju korosi. Proteksi katodik pada dasarnya penerapan polarisasi katodik ke sistem korosi.  Jika polarisasi bergeser kea rah positif (di atas Ecorr ) disebut polarisasi anodic (ηa). Pada polarisasi anodic, electron di transfer dari logam dan terjadi pembebasan electron secara lambat pada permukaan logam sehingga ηbernilai positif. polarisasi anodik selalu meningkatkan laju korosi. Untuk sistem yang menunjukkan transisi aktif ke pasif, polarisasi anodik akan meningkatkan laju korosi pada awalnya dan kemudian menyebabkan penurunan drastis laju korosi. Perlindungan anodik dasarnya penerapan polarisasi anodik ke sistem korosi. 

Fenomena polarisasi digambarkan dalam suatu diagram yang menunjukan hubungan antara potensial electrode dengan arus atau densitas arus pada suatu logam. Diagram tersebut disebut dengan digram evans atau diagram mixed-potentials.

Gambar 2.1 Diagram evans (mixed potential diagram)

Polarisasi ada 3  macam yakni polarisasi aktivasi, polarisasi konsentrasi dan polariasi resistansi. .

  1. Polarisasi Aktivasi

Polariasi aktivasi terjadi data reaksi setengah sel mengontrol laju aliran dari electron. Reaksi tersebut dikatakan berada dibawah aktivasi atau charger-transfer control. Polarisasi aktivasi berhubungan dengan energi yang dibutuhkkan untuk terjadinya reaksi pada anoda dan katoda. Dapat di katakana polarisasi aktivasi merupakan polarisasi yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi elektrokimia pada laju reaksi tertentu. Polarisasi aktivasi adalah polarisasi yang disebabkan oleh faktor pelambat yang berasal dari reaksi elektrokimia itu sendiri, yakni terjadinya evolusi terbentuknya gas hidrogen di katoda.

  1. H+ + e -> Hadsorp
  2. Hadsorp + Hadsorp -> H2
  3. Membentuk bubble dari molekul hydrogen

Adapun factor yang mempengaruhi polarisasi aktivasi antara lain (1) rapat arus material (2) kekerasan permukaan (3) suhu (4)  tekanan (5) PH (6) agitasi (7)  tingkat adsorp ion.

2. Polarisasi Konsentrasi

Polariasasi Konsentrasi berhubungan dengan perubahan komposisi dari elektrolit. Polarisasi ini terjadi saat laju reaksi yang tinggi, dimana pada keadaan tersebut, terjadi penurunan konsentrasi dari reaktan pada permukaan elektroda. Saat konsentarsi menurun dibutuhkan polarisasi untuk membuat arus mengalir. Pada akhirnya, tidak ada lagi arus yang mengalir karena tidak adanya reaktan yang dapat mencapai permukaan logam dan limiting current dicapai. Polarisasi konsentrasi dapat dipengaruhi oleh beberapa factor berikut ini yaitu agitasi, suhu, velocity, konsentrasi ion serta geometri.

3. Polarisasi Resistansi

Arus akan mengalir dari anoda menuju katoda melalui ion yang berada pada elektrolit dan metallic path. Dikarenakan konduktivitas logam yang tinggi, hampir tidak ditemukannya hambatan pada aliran arus di metallic path. Akan tetapi hambatan dapat ditemui bila jarak antara anoda dan katoda yang cukup besar. Pengaruh polarisasi akan sangat signifikan bergantung pada resistansi yang dimiliki oleh elektrolit.

Metode polarisasi merupakan salah satu metode pengujian yang banyak digunakan untuk menentukan laju reaksi atau kinetika reaksi korosi yang terjadi pada logam. Beberapa keuntungan penggunaan metode polarisasi dibanding dengan metode konvensional seperti weight loss adalah sebagai berikut:

  • Waktu uji sebentar
  • Untuk studi kinetika, monitoring corrosion process
  • Sensitivitasnya tinggi
  • Bisa dengan faktor-faktor dipercepat seperti temperatur
  • Non-Destructive Test (NDT), semi kontinu

2.1.3    Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:

  1. Beaker Glass
  2. Working Electrode (Baja)
  3. Auxiliary Electrode (Pt)
  4. Reference Electrode (SSC)
  5. Potentiostat
  6. Komputer teritegrasi software Nova Autolab
  7. Larutan HNO3 1M, NaOH 1 M dan NaCl 1M

2.1.4    Prosedur Percobaan


Gambar 2.2 Prosedur Percobaan Polarisasi

2.1.4    Skema Percobaan

Gambar 2.3 Skema Pengujian Polarisasi

2.2 Pasivitas

2.2.1    Tujuan Percobaan

Sub-modul ini dibuat agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan mengerti fenomena pasivasi dan depasivasi.

2.2.2    Dasar Teori

Lapisan pasif didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mampu tahan terhadap proses kororsi akibat terbentuknya lapisan permukaan yang tipis pada keadaan yang telah teroksidasi dengan tingkat polarisasi katodik yang tinggi. Berbagai jenis logam seperti alumunium, nikel, baja tahan karat (stainless steel), titanium, dan zirkonium  menunjukkan perilaku pasivitas terhadap korosi. Terbentuknya lapisan film atau layer berperan sebagai barrier (pelindung) permukaan logam terhadap lingkungan dan mengakibatkan laju difusi ion-ion terjadi sangat lambat atau dengan kata lain laju korosi menurun. Namun, beberapa logam paduan yang memiliki lapisan barrier sederhana yang mampu menghambat laju korosi pada potensial aktif namun terpolarisasi anodik yang kecil tidak dapat dikatakan sebagai keadaan pasif. Keadaan suatu logam pada suatu kondisi secara termodinamik dapat diprediksi melalui diagram pourbaix (E-pH diagram) seperti berikut ini:

Gambar 2.4. Diagram Purbaix Fe

Immune adalah daerah dimana Fe secara termodinamik bersifat stabil, tidak ada produk oksidasi yang terbentuk yang berarti laju korosinya sangat rendah bahkan hampir tidak terjadi. Corrosion atau daerah aktif adalah daerah dimana Fe2+, Fe3+, FeO42-, HFeO2 secara termodinamik bersifat stabil. Karena Fe telah teroksidasi menjadi bentuk-bentuk ion tersebut, maka korosi akan terjadi. Passive adalah daerah dimana Fe2O3, Fe3O4, dan Fe(OH)2 secara termodinamik bersifat stabil. Lapisan oksida telah terbentuk pada kondisi ini sehingga reaksi korosi akan berjalan dengan sangat lambat karena terhalang oleh lapisan ini, sehingga pada kondisi tersebut disebut kondisi passive. Lapisan pasif yang terbentuk memiliki ketebalan 1 – 10 nm dan bersifat fragile.

Logam Fe hanya mengalami pasivitas dalam lingkungan oksidasi tinggi, hal ini berkaitan antara potensial dan derajat keasaman (pH) dimana besi oksida yang stabil secara termodinamika dapat terbentuk. Berbeda dengan logam Fe, logam Cr dapat lebih mudah terjadi pasivasi meskipun di dalam lingkungan yang tidak sangat oksidasi. Tetapi Cr memiliki sifat mekanik yang buruk, karena itu lah logam Cr dimanfaatkan sebagai unsur paduan yang kita kenal dengan baja tahan korosi (corrosion resistant steel) dengan kadar kromium minimum 12% disertai kadar Nikel minimum 8% untuk meningkatkan sifat mekaniknya. Perilaku pasivasi juga dapat diamati melalui pengujian polarisasi yang menghasilkan kurva hubungan antara potensial dan (logaritma) rapat arus. Logam-logam seperti Fe, Cr, Ni, Al, dan Ti memiliki sifat atau karakteristik pasivasi dalam larutan cair dan logam tersebut menunjukkan kurva polarisasi yang menyerupai huruf S sebagai berikut:

Gambar 2.5. Fenomena Pasivasi dalam Diagram Polarisasi

Berikut ini adalah definisi dari parameter-parameter yang ada:

  • Epp (primary passive potential: Potensial di mana terjadi transisi dari keadaan aktif ke keadaan pasif.
  • Etranspassive : Potensial yang berhubungan dengan ujung dari daerah pasif. Potensial transpassive juga berhubungan dengan potensial terjadinya pitting.
  • icrit (critical current-density: Rapat arus maksimum yang terdapat pada daerah aktif untuk logam atau paduan yang menunjukkan perilaku aktif-pasif.
  • ipass (passive current-density: Rapat arus minimum yang dibutuhkan untuk menjaga ketebalan dari lapisan film dalam range pasif.

Di atas nilai Epp, lapisan pasif atau lapisan film yang terbentuk menjadi stabil sehingga mengakibatkan laju korosi yang terjadi menurun. Nilai rapat arus pasif (ipass) dapat mencapai 106 kali lebih rendah dibandingkan rapat arus kritis (icrit). Pada nilai potensial yang lebih tinggi, terdapat transisi dari daerah passive ke daerah transpassive dan laju korosi meningkat kembali. Pada material stainless steel, potensial ini berdekatan dengan potensial terjadinya evolusi oksigen di mana lapisan film yang kaya akan Cr menjadi tidak stabil.

Adapun beberapa faktor yang mampu mempengaruhi lapisan pasif suatu logam ialah suhu, konsentrasi oxidizer, velocity dan agitasi.

2.2.3    Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:

  1. Beaker Glass
  2. Working Electrode (Al/SS)
  3. Auxiliary Electrode (Pt)
  4. Reference Electrode (SSC)
  5. Potentiostat
  6. Komputer teritegrasi software Nova Autolab
  7. Larutan H2SO4 1M

2.2.4    Prosedur Percobaan

Gambar 2.5. Skema Rangakain Alat Pengujian Pasivasi

2.2.5    Skema Kerja

Gambar 2.6. Skema Rangakain Alat Pengujian Pasivasi

2.3 Cyclic Polarization

2.3.1    Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini ialah untuk mengetahui fenomena atau perilaku logam/paduan di dalam lingkungan atau media korosif terhadap peristiwa pitting.

2..3.2    Dasar Teori

Pengujian polarisasi siklik merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengevaluasi kecenderungan logam mengalami pitting secara kualitatif di lingkungan korosif. Logam yang memiliki lapisan pasif cenderung akan mengalami depasivasi ketika berda pada lingkungan yang memiliki kandungan ion agresif berupa Cl-, Br- dan lain sebagainnya. Keberadaan ion agresif tersebut akan menyebabkan kerusakan lapisan pasif secara terlokalisasi. Kerusakan lapisan pasif tersebut akan mengakselerasi korosi pada bagian yang telah terdepasivasi. Kerusakan tersebut akan membentuk lubang lubang pada permukaan logam. Jenis korosi yang umum ditemui akibat keberadaan ion agresif ialah pitting corrosion.

Pengujian ini juga dilakukan untuk menentukan informasi secara kuantitatif seperti potensial pitting atau breakdown (Ep atau Eb), dan passive current (ip). Metode ini berbasis linear sweep dari potensial logam yang berlangsung secara lambat menuju potensial anodik. Arus yang diukur akan mencapai nilai tertentu pada lalu akan berubah arah sehingga kembali menghasilkan kurva polarisasi katodik. Pembentukan pitting ditandai dengan kurva yang memiliki loop positif.

Gambar 2.7. Grafik polarisasi siklik

Perilaku dari kurva polarisasi siklik dipengaruhi oleh perubahan kondisi permukaan, seperti breakdown pada lapisan pasif di dalam beton akibat penetrasi klorida. Bentuk hysterical loop yang semakin besar menunjukkan semakin banyak korosi terlokalisasi yang terjadi.

2.3.3    Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:

  1. Beaker Glass
  2. Working Electrode (SS)
  3. Auxiliary Electrode (Pt)
  4. Reference Electrode (SSC)
  5. Potentiostat
  6. Komputer dan software Nova Autolab
  7. Larutan HCl 1M

2.3.4    Prosedur Percobaan

Gambar 2.8. Prosedur Percobaan Polarisasi siklik
Gambar 2.9 Skema Pengujian Polarisasi

2.4 Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS)

2.4.1    Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini ialah:

  1. Mengetahui prinsip pengujian EIS.
  2. Mampu mengintrepetasikan data EIS pada beberapa aplikasi.

2.4.2    Dasar Teori

Pengujian electrochemical impedance spectroscopy (EIS) dilakukan untuk mengamati perilaku korosi pada logam khususnya pada kondisi permukaannya. Metode ini merupakan metode pengujian tidak merusak yang memberikan informasi ketahanan korosi dan sifat  kelistrikan dari logam. Pada pengujian EIS, nilai resistansi material atau Impedansi (Z) yang akan diuji merupakan parameter penting yang akan diamati. Nilai dari impedansi berbanding terbalik dengan besarnya tegangan yang diberikan. Metode ini mengaplikasikan gelombang frekuensi bolak-balik (AC) dengan sinyal amplitudo yang rendah, yaitu sekitar 5-50mV. Oleh karena itu, nilai impedansi yang diterapkankan merupakan hambatan untuk rangkaian AC. Pengujian EIS memberikan informasi secara kualitatif dari sifat ketahanan suatu material terhadap media korosinya yang diperoleh dengan membandingkan grafik dari setiap material. Hasil yang diperoleh dari metode ini yaitu Nyquist plotBode phase, dan phase angle. Pada Nyquist plot, diperoleh grafik yang umumnya berupa bentuk setengah lingkatan (semi-circle) dengan impedansi riil (Z’) pada sumbu-x dan impedansi imajiniir (Z”) pada sumbu-y seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10

Gambar 2.10. Kurva Nyquist

Hasil pengujian EIS yang diperoleh umumnya diintepretasi dengan melakukan pencocokan (fitting) data impedansi terhadap sirkuit ekivalen yang menyerupai kondisi proses pengujian. Hasil fitting yang baik ditunjukkan oleh garis yang semakin mendekati bentuk dari kurva yang diperoleh.

Intrepetasi hasil pengukuran EIS dilakukan dengan cara fitting data impedansi terhadap circuit equivalent. Rangkaian sirkuit tersebut umumnya dikenal sebagai sel rendles. Adapun elemen-elemen yang terdapat pada rangkaian sirkuit listrik EIS antara lain:

  1. Tahanan Larutan (Rs)

Tahanan larutan merupakan potensial antara sampel (counter electrode) dan elektroda acuan dan seringkali menjadi faktor yang signifikan dalam suatu sel elektrokimia. Tahanan dari suatu larutan ionik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi ion, jenis ion, temperatur, dan area geometri di mana arus dihantarkan.

  • Tahanan Transfer Muatan (Rct)

            Tahanan transfer muatan merupakan tahanan yang menghambat terjadinya proses transfer muatan dalam reaksi elektrokimia. Hal ini menunjukkan terjadinya transfer/perpindahan muatan di mana fenomena tersebut memiliki kecepatan tertentu. Kecepatan dari transfer muatan tersebut dipengaruhi oleh jenis reaksi, temperatur, serta konsentrasi dari produk reaksi dan potensial. Nilai Rct juga dapat diamati secara langsung dari diameter kurva semi-circle pada grafik Nyquist.

  • Constant Phase Element (CPE)

CPE dapat merepresentasikan beberapa elemen jika menunjukkan nilai tertentu. CPE juga dapat dilambangkan sebagai Q. CPE merepresentasikan kapasitor murni (C) jika nilai N = 1, hambatan murni (R) jika nilai N = 0, dan induktansi (L) jika nilai N = -1. Selain itu, CPE juga dapat digunakan sebagai kapasitansi double layer (Cdl) jika nilai N = 0,9 – 1 untuk mengkompensasi ketidakhomogenan permukaan. Nilai N tersebut merepresentasikan kehomogenan permukaan dimana jika nilai N = 1 maka permukaan tersebut homogen dan datar.

  • Kapasitansi Lapis Ganda (Cdl)

Lapisan listrik ganda terdapat pada antar muka antara elektroda danlarutan elektrolit. Lapisan tersebut terbentuk pada saat ion-ion dari larutan elektrolit berhasil melewati tahanan elektrolit dan bergerak mendekat menuju permukaan elektroda. Nilai dari kapasitansi double layer ini menjelaskan tingkat adsorbsi molekul inhibitor pada permukaan logam. Nilai kapasitansi double layer akan berbanding terbalik dengan nilai adsorbsi molekul pada elektrolit. Semakin rendah nilai kapasitansi double layer maka molekul inhibitor pada antar muka logam atau elektrolit semakin banyak.

2.4.3    Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:

  1. Beaker Glass
  2. Working Electrode (Baja atau Baja dengan inhibitor/SC pada modul 3)
  3. Auxiliary Electrode (Pt)
  4. Reference Electrode (SSC)
  5. Potentiostat
  6. Komputer dan software Nova Autolab
  7. Larutan NaCl 3.5%

2.4.4    Prosedur Percobaan

Gambar 2.11 Prosedur Electrochemical Impedance Spectroscopy

2.4.5. Skema Percobaan Electrochemical Impedance Spectroscopy

Gambar 2.12 Skema Percobaan Electrochemical Impedance Spectroscopy

Referensi


Laporan Akhir Modul 2 : Kinetika Korosi

2.1 Linear Polarization

2.1.1 Data Praktikum

KelompokLarutanWorking electrodeAuxilliary ElectrodeReference Electrode
4HNO3 1 M (150 ml)FePlatinumSSC
5NaCl 1 M (150 ml)FePlatinumSSC
6NaOH 1 M (150 ml)FePlatinumSCC
Kelompok 4
Kelompok 5
Kelompok 6

2.1.2 Analisis

  • Grafik
Kelompok 4
Kelompok 5
Kelompok 6

Polarisasi adalah perubahan atau perbedaan potensial elektroda antara potensial setimbang (equilibrium) terhadap potensial operasi ketika arus mengalir. Polarisasi mengacu pada pergeseran potensial dari keadaan open circuit potential pada sistem korosi. Salah satu pengaplikasian polarisasi yaitu pada pengujian polarisasi linear. Pengujian ini digunakan 3 jenis yang direndam ke dalam larutan NaOH 1 M sebanyak 150 ml dilakukan dengan NOVA autolab, start potential -0,200 Volt dan dilakukan pemberhentian stop potential 0,200 Volt. Grafik berupa data pada praktikum dihasilkan dari Nova Autolab yang berisi tentang data berupa grafik mixed-potential antara potensial dengan arus.

Hasil pengujian kelompok 4 menunjukkan Ecorr= -0.27664 dan icorr= 0.0009096, kelompok 5 menunjukkan Ecorr=-0.50975 dan icorr= 6.02 e-06, dan kelompok 6 menunjukkan Ecorr= -1.1251 dan icorr = 2.0891 e -05. Perpotongan garis antara reaksi katodik dan anodic pada grafik menghasilkan titik Ecorr dan icorr. Polarisasi anodik dan katodik akan mulai mengalami perubahan arah yang signifikan ketika mencapai Ecorr dan Icorr nya. Plot pada grafik kelompok 6, bagian anodik serta katodiknya tidak sepenuhnya simetris yang dimungkinkan karena adanya gangguan yaitu elektroda kerja telah terkorosi sebelumnya ataupun elektroda terguncang.

  • Laju Korosi

Laju korosi sangat di pengaruji oleh densitas arus. Densitas / keraptan arus merupakan arus yang mengalir per satuan luas (I / A). Persamaan tersebut merupakan hubungan weight loss dan rapat arus secara proporsional. Konstanta proporsional a/nF dan factor konversi untuk satuan dimana rapat arus sebanding dengan laju korosi karena arus yang sama terkonsentrasi pada luas permukaan yang lebih kecil dimana dapat menghasilkan laju korosi yang lebih besar. Besar corrosion rate MPY

Ketahanan korosi Fe yang rendah terlihat pada laju korosi yang lebih besar. Berdasarkan nilai laju korosi dari perhitungan diatas dapat diurutkan laju korosi paling besar ke terkecil dari kelompok 4, kelompok 6 lalu kelompok 5.

  • Pengaruh Larutan terhadap Laju Korosi

Keberadaan larutan akan sangat mempengaruhi laju korosi dimana larutan tersebut akan menjadi lingkungan yang dapat mengontrol pH pengujian. Salah satu pengaruh pH terhadap korosi dapat dilihat melalui diagram pourbix.

Diagram Pourbaix Fe diatas merupakan kombinasi pH dan potensial yang dapat menentukan fase stabil Fe. Terjadinya korosi (icorr) merupakan perbandingan lurusantara laju korosi dengan densitas arus. Dimana jika nilai icorr semakin tinggi maka laju korosi akan semakin cepat. Ion agresif dan perbedaan pH dari larutan menyebabkan adanya perbedaan laju korosi. Jika laju korosi lebih besar maka ketahanan korosi Fe rendah terhadap larutan tersebut.

Pada diagram Fe di suasana asam, area terbentuknya ion Fe dimana akan sangat mudah mengalami korosi. Dengan diberi larutan garam serta basa yang pada rentang pH normal akan membuat kemungkinan terjadinya korosi lebih kecil karena daerah korosi pada diagram pourbaix yang lebih kecil dibandingkan saat pH rendah karena terbentuknya barrier tipis sehingga nilai icorr menjadi rendah sebelum akhirnya nantinya akan pecah kembali dan laju korosi meningkat.

2.1.3 Kesimpulan

  • Laju korosi dapat diamati melalui perpotongan pada kurva antara polarisasi katodik dan anodic .
  • Potensi korosi logam berbeda-beda bergantung pada keadaan lingkungannya.
  • Fe akan lebih mudah terkorosi pada lingkungan asam (HNO3).

2.1.4 Saran

  • Melakukan pengamatan dengan parameter lain seperti perbedaan auxiliary electrode dan reference electrode yang berbeda
  • Praktikan lebih memperhatikan secara teliti langkah langkah yang dijelaskan aslab

2.1.5 Referensi

  • Zaki Ahmad Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control Butterworth Heinemann (2006)
  • Jones, Denny A. Principles and prevention of corrosion / Denny A. Jones. — 2nd ed.
  • Modul Praktikum Korosi 2019.

2.2  Pasivitas

2.2.1 Data Praktikum

KelompokLarutanWorking electrodeAuxilliary ElectrodeReference Electrode
6H2SO1 M (150 ml)SSPlatinumAg-AgCl
5H2SO1 M (150 ml)AlPlatinumAg-AgCl

Data Parameter Kelompok 5

2.2.2 Analisisa.

  • Grafik
Grafik Stainless Steel Praktikum Kelompok 6
Grafik Alumunium Pengujian kelompok 5

Pasivitas suatu logam dapat diamati melalui grafik hubungan antara potensial (V) dengan Current Density (A)  melalui sofwere NOVA Autolab. Pada percobaan kelompok 6 dilakukan pada material stainless steel dengan medium 150 ml H2SO4 1M  menggunakan elekrode reference Ag-AgCl dan Platina sebagai electrode Auxillary. Kondisi serupa di lakukan oleh kelompok 5 dengan material uji yaitu Alumunium. Pengujian dilakuka dengan start potensial -0.2000 Volt dan diberhentikan hingga stop potential 2.000 Volt.

Pada grafik percobaan tersebut dihasilkan grafik mixed potential vs densitas arus. Pada grafik kelompok  6  dapat dilihat Epp berkisar -0.32 Volt dimana pada potensial ini merupakan potensial trasnsisi antara daera aktif dan pasiv. Sedangakan nilai iCrit berkisar di 10-5 A/cmyang menandakan Rapat arus maksimum yang terdapat pada daerah aktif untuk logam atau paduan yang menunjukkan perilaku aktif-pasif . adapun ipass (passive current-density) = 10-4  A/cmyang merupakan rapat arus minimum yang dibutuhkan untuk menjaga ketebalan dari lapisan film dalam range pasif . Sedangkan Etranspassive berada pada 0.15 V  dimana pada potensial ini logam akan mudah terkorosi kembali dan sangat rentan terkena cacat pitting.

b. Perilaku Logam SS

Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung sedikitnya 11,5% krom berdasar beratnya. Stainless steel memiliki sifat tidak mudah terkorosi sebagaimana logam baja yang lain. Stainless steel berbeda dari baja biasa dari kandungan kromnya. Baja karbon akan terkorosi ketika diekspos pada udara yang lembab. Besi oksida yang terbentuk bersifat aktif dan akan mempercepat korosi dengan adanya pembentukan oksida besi yang lebih banyak lagi. Stainless steel memiliki persentase jumlah krom yang memadahi sehingga akan membentuk suatu lapisan pasif kromium oksida yang akan mencegah terjadinya korosi lebih lanjut. Untuk memperoleh ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi biasanya dilakukan dengan menambahkan krom sebanyak 13 hingga 26 persen Selain itu, paduan nikle ditambahkan dengan jumlah > 8 % untuk meningkatkan mekanikal properstis dan ketahan korosi pada baja.

Gambar diagram pourbix Stainless Steel

Pada logam stainless steel, Lapisan passive lebih mudah terbentuk dibandingkan dengan besi murni. Pengaruh paduan Cr dan nickle kang memperbesar daerah pasif sehingga baja ini lebih tahan terhadap korosi.  Pada gambar diagram pourbix diatas, Lapisan passive terbentuk pada rentan pH 2 – 12 dengan potensial -1.5 – 1.5 V.

Apabila dibandingkan pada grafik antara stainless steel dengan Alumunium, Logam Stainless steel memiliki lonajakan penuruanan rapat arus yang lebih lama dibandingkan dengan alumunium . Menurut literatur Menurut literatur logam Alumunium akan lebih mudah membentuk lapisan pasif dibanding Stainless Steel. Namun, Alumunium lebih mudah mengalami kerusakan pada lapisan pasifnya ditandai dengan kenaikkan rapat arus sehingga terjadinya korosi lebih lanjut. Logam Alumunium lebih tidak stabil pada lingkungan asam dibandingkan SS.

c. Pasivitas pada Logam Berbeda (Logam Alumunium)

Alumiunium merupakan salah satu logam yang dapat dengan mudah membentuk lapisan pasif. Perilaku pasivitas alumunium dapat diamati melalui diagram pourbix.

Gambar Diagram Pourbix Alumunium

Pada Alumunium murni,laju korosi rendah pada pH antara antara 4 sampai 8.5 pada potensial sebesar apapun, di mana film oksida stabil pada diagram Pourbaix. Pada suasana asam, pH dibawah 4, dan potensial diatas -2.0 V, maka alumunium sangat mungkin terjadi korosi karena pembentukan ion Al 3+. Sementara untuk suasana basa diatas 8.5 pH, dengan potensial diatas -2.4 V, sangat mungkin terjadi korosi karena membentuk ion AlO2. Seperti aluminium, banyak logam meningkatkan laju korosinya dalam larutan pH rendah dan tinggi (asam dan basa) dikarena ketersediaan tinggi H +  dan OH- serta kelarutan oksida. Sehingga ketika diuji menggunakan larutan H2SO4 yang bersifat asam, lapisan pasif tidak terbentuk optimal sehingga laju korosi tidak begitu terhambat bahkan lapisan pasif yang terbentuk dapat rusak karena sifat asam ini dan terjadi proses korosi secara lanjut.

2.2.3 Kesimpulan

  • Pada logam Stainless steel dan Alumunium dapat membentuk lapisan pasif yang dapat menghambat laju korosi
  • Pada kondisi asam, logam stainless steel lebih mudah membentuk lapisan pasiv dibandingkan dengan alumunium.
  • Alumunium lebih mudah membentuk lapisan passive pada rentan PH 4 – 8

2.2.4. Saran

  • Pada pengujian ini dapat digunakan 2 parameter lain seperti penggunalan lingkungan dalam suasana netral dan basa.
  • Data lempiran pengujian lebih lengkap agar lebih mudam membuat analisis

2.2.5 Referensi

  • Zaki Ahmad Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control Butterworth Heinemann (2006)
  • Jones, Denny A. Principles and prevention of corrosion / Denny A. Jones. — 2nd ed.
  • Modul Praktikum Korosi 2019.

2.3.  Cyclic Polarization

  • Data Praktikum
LarutanWorking ElectrodeAuxiliary ElectrodeReference Electrode
HCl 1MSSPtAg-AgCl
  • Analisis
  • Grafik

Grafik cyclic polarization menunjukkan informasi kuantitatif yang berhubungan dengan mekanisme terjadinya pitting corrosion, mulai dari terbentuknya lapisan pasif (fenomena pasivitas), rusaknya lapisan oksida, kecenderungan terjadinya repasivasi, dan menghitung laju pembentukan pitting corrosion. Grafik cyclic polarization menunjukkan informasi kuantitatif yang berhubungan dengan mekanisme terjadinya pitting corrosion, mulai dari terbentuknya lapisan pasif (fenomena pasivitas), rusaknya lapisan oksida, kecenderungan terjadinya repasivasi, dan menghitung laju pembentukan pitting corrosion. Grafik diatas menunjukkan grafik hasil cyclic polarization berdasarkan literatur. Grafik yang dihasilkan oleh praktikan berbeda dengan literatur. Seharusnya pada saat terjadinya fenomena pasivitas, arus tidak berubah dan pada saat lapisan hancur, potensial tidak langsung menurun. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti logam yang telah terkontaminasi, dan keadaan lingkungan seperti konsentrasi elektrolit dan pH yang tidak sesuai

  • Parameter Cyclic Polarization

Data yang didapat berupa potensial proteksi (Epp), pitting potential (Epit), dan passive current (ip). Dari grafik hasil cyclic polarization kelompok praktikan, didapat data sebagai berikut:

Epp: 0,43 V

Epit: 1,2 V

ip: 0,001 A

Epp merupakan potensial dimana mulai terjadinya fenomena pasivitas atau potensial transisi dari keadaan aktif menjadi keadaan pasif. Epit merupakan potensial dimana lapisan pasif rusak dan akan menginisiai pitting. Umumnya setelah mencapai Epit, terdapat garis horizontal yang menunjukkan arus terus bertambah sebelum potensial turun kembali. Namun grafik yang dihasilkan oleh kelompok praktikan menunjukkan potensial yang langsung menurun setelah melewati Epit.

Hal tersebut dinilai baik karena logam memiliki arus maksimal yang rendah sehingga memiliki laju korosi yang juga rendah. Sedangkan ip merupakan arus dimana terjadinya fenomena pasivitas. Seharusnya iberada pada garis vertikal yang menunjukkan fenomena pasivitas terjadi hanya pada ip tersebut. Namun grafik yang dihasilkan oleh kelompok praktikan menunjukkan arus yang terus bertambah pada saat terjadinya fenomena pasivitas. Hal tersebut diakibatkan oleh pasivitas terjadi secara tidak merata.

2.3.3. Kesimpulan

  • Cyclic polarization menunjukkan informasi kuantitatif yang berhubungan dengan mekanisme terjadinya pitting corrosion, mulai dari terbentuknya lapisan pasif (fenomena pasivitas), rusaknya lapisan oksida, kecenderungan terjadinya repasivasi, dan menghitung laju pembentukan pitting corrosion.
  • Data yang didapat berupa potensial proteksi (Epp), pitting potential (Epit), dan passive current (ip).
  • Grafik cyclic polarization yang dihasilkan oleh kelompok praktikan tidak sesuai dengan literatur.

2.3.4 Saran

  • Praktikan harus mengetahui langkah langkah dalam pengujian dan pengolahan dari data yang dihasilkan pada pengujian.

2.3.5 Referensi

  • Zaki Ahmad Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control Butterworth Heinemann (2006)
  • Jones, Denny A. Principles and prevention of corrosion / Denny A. Jones. — 2nd ed.
  • Modul Praktikum Korosi 2019.

2.4 Electrochemical Impedance Spectroscopy

2.4.1 Data Praktikum

Kelompok 5 ( Inhibitor 0 ml )

  • EIS

Bode Phase

  • Bode Modulus

Kelompok 6 ( Inhibitor 2 ml )

  • EIS
  • Bode phase
  • Bode Modulus

Kelompok 7 ( Inhibitor 4 ml )

  • EIS

Kelompok 8 ( Inhibitor 6 ml )

  • EIS
  • Bode phase
  • Bode Modulus

2.4.2 Analisis :

  • Grafik

Pengujian Electrochemical Impendance Spectroscopy (EIS) dilakukan untuk mengamati perilaku korosi pada logam khusunya pada permukaan. Metode ini merupakan metode pengujian tidak merusak yang memberikan informasi ketahanan korosi dan kelistrikan logam . Pengujian EIS memberikan informasi secara kualitastif dari sifat ketahanan suatu material terhadap media korosinya yang diperoleh dengan membandingkan grafik dari setiap material. Pada percobaan ini akan dibandingkan grafik EIS atau Electrochemical Impedance Spectroscopy antara kelompok 5,6,7, dan 8. Grafik percobaan ini didapat melalui aplikasi NOVA autolab. EIS sendiri merupakan metode dimana impedansi dari suatu sistem dipelajari sebagai fungsi gelombang frekuensi AC. Impedansi merupakaan kemampuan suatu elemen sirkuit untuk dapat bertahan dari aliran arus listrik.

Pada percobaan ini akan didapatkan grafik Nyquist yang menunjukan hubungan antara impedansi real ( Z’ ) terhadap impedansi imajiner ( -Z’’) . Selain itu didapatkan 2 grafik lain yakni Bode Phase dan Bode Modulus.

  • Parameter EIS

Parameter yang ada pada EIS sendiri ada 4 yakni Tahanan Larutan (RS) yang merupakan potensial anatara sampel dan elektroda acuan. Tahanan Transfer Muatan (Rct) yang merupakan tahanan yang menghambat terjadinya proses transfer muatan pada reaksi elektrokimia. Lalu ada Constant Phase Element (CPE) dan Kapasitansi Lapis Ganda (Cdl).

  • Perbandingan Jumlah Inhibitor

Pada percobaan ini akan dibandingkan 4 kelompok dengan jumlah inhibitor yang berbeda-beda. Pada kelompok 5 memakai 0 ml inhibitor, pada kelompok 6 memakai 2 ml inhibitor, Kelompok 7 memakai 4 ml inhibitor dan kelompok 8 memakai 6 ml inhibitor.

Menurut literature inhibitor akan mempengaruhi laju dari korosi semakin banyak penambahan inhibitor makan akan semakin turun laju dari korosi yang ada. Pengaruh nya pada grafik EIS sendiri maka ketika ditambahkannya inhibitor maka diameter dari –Z’’ akan bertambah/memanjang maka ketahanan korosi akan semakin baik. Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa penambahan inhibitor memanjangkan diameter dari –Z’’.

2.4.3 Kesimpulan

  • Pengujian Electrochemical Impendance Spectroscopy (EIS) dilakukan untuk mengamati perilaku korosi pada logam khusunya pada permukaan.
  • Pengaruh inhibitor dapat diamati dengan pengujian EIS
  • Penambahan Inhibitor yang optimum akan dapat mengurangi laju korosi pada logam

2.4.4 Saran

  • Praktikan harus mengetahui langkah langkah dalam pengujian dan pengolahan dari data yang dihasilkan pada pengujian.

2.4.5 Referensi

  • Zaki Ahmad Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control Butterworth Heinemann (2006)
  • Jones, Denny A. Principles and prevention of corrosion / Denny A. Jones. — 2nd ed.
  • Modul Praktikum Korosi 2019.

No comments:

Post a Comment